Minggu, 01 Februari 2015

Menuju Kepala Dua

Konon, awal mula berhentinya masa pertumbuhan tulang ada pada umur dua puluh. Hormon yang membuat manusia tumbuh tinggi perlahan-lahan akan berkurang, dan berhenti sehingga kemungkinan untuk menjadi lebih tinggi di umur dua puluh sangat kecil. Konon juga, karakter dewasanya seseorang mulai terlihat di umur dua puluh. Seiring berjalannya waktu dan pengalaman yang mulai bertambah, dapat membuat manusia lebih bersikap dewasa. Dua pernyataan tersebut mungkin bisa menjadi kenyataan, terutama mereka yang masuk ke “kepala dua”.  
Saya mengambil contoh dari band Indonesia, DEWA 19. Mereka memulai perjalanan kesuksesannya melalui musik pada umur 19 tahun. Dhani, Erwin, Wawan, Andra, dan Ari Lasso memulai single  “Kangen” dari album perdananya “DEWA  19” dan disiarkan di televisi nasional pada umur 19 tahun. Dan single tersebut menjadi pondasi awal kesuksesan mereka di kancah musik Indonesia, bahkan asia. Dan mungkin anda semua sudah tahu, bahwa nama 19 pada grup band Dewa 19 adalah nama inisial dari personelnya dan 19 merupakan rata-rata umur mereka saat membentuk band tersebut.  Lalu ada lagi satu dari band asal Yogyakarta, Sheila on 7. Band yang berpersonelkan Eross, Duta, Adam, Sakti, dan Anton ini merilis lagu “Dan” dari album perdananya “Sheila on 7” pada umur berkisar 19-20 tahun. Dan selepas meluncurkan lagu tersebut, dapat ditebak bagaimana kesuksesan lagu-lagu dari album-album selanjutnya yang dirilis oleh Sheila on 7.
Apa yang dapat diambil dari pelajaran kedua band tersebut ? Pertama, mereka sudah berani mengambil resiko untuk menjadi sukses di usia 19 tahun. Padahal di usia tersebut merupakan usia yang sangat riskan dan rentan dengan berbagai macam permasalahan mulai dari pendidikan kuliah, kerja atau magang, bahkan pernikahan dini. Kedua, mereka bekerja keras dengan passion yang mereka sukai. Mereka senang terhadap musik, ya mereka harus bekerja keras hingga menjadi bintang di musik Indonesia. Berbeda dengan kita yang masih bekerja keras untuk mencari passion, bekerja keras untuk survive, dan sebagainya.  
Saya seperti berbicara di depan cermin. Merefleksikan apa yang terjadi pada saya untuk 365 hari yang lalu dan 365 hari yang akan datang. Mungkin saya harus tidak banyak beresolusi dan mengumbar janji apa yang akan saya lakukan nanti. Dan mungkin saya harus bisa menikmati apa yang terjadi di hari nanti, selalu berintrospeksi, dan menyadari bahwa saya di dunia ini tidak sendiri. Walaupun semua adalah misteri ilahi, saya penasaran dan ingin melontarkan sebuah pertanyaan pada Tuhan, “Apa yang nanti terjadi saat saya mencapai kepala dua ?”