Selasa, 21 Juni 2011

Iwan Fals : Sang Orator yang Romantis

Wajahnya semakin tua, terlihat keriput sudah menghiasi keningnya. Kumis tipis yang menjadi idaman kini telah tiada di wajahnya. Rambut hitam panjangnya yang terurai sekarang berubah menjadi putih dengan potongan sebahu. Tubuhnya yang dulu kekar tegap dan macho karena sering memakai singlet hitam kini berubah dengan memakai kaos abu-abu tanpa merk. Matanya yang tajam kini tertutup kacamata. Dan sikapnya yang dulu sedikit urakan kini menjadi sosok kalem. Zaman telah mengubahnya menjadi sosok yang lain.

Tetapi suara lantangnya masih bisa meneriakkan ketidakadilan di negeri ini. Walaupun suaranya sekarang lebih berat tidak seperti dulu yang agak cempreng tetapi dia tetap berwibawa dalam melantunkan melodi - melodinya. Gitarpun masih menemaninya dalam bercerita. Tentang ketidakadilan, realita yang ada di negeri ironi, mimpi para penghuni negeri, maupun kisah asmara sepasang manusia. Dia masih seperti yang dulu.

Kini sang legenda masih berkarya. Dan kini dia menjadi seorang pendakwah. Sosok yang mungkin sebagian orang sangat berbeda dari dirinya yang dikenal sebagai orator. Tetapi semua itu bisa terjadi. Dan sekarang sang legenda semakin dekat dengan Sang Pencipta tanpa kehilangan jatidirinya sebagai seorang orator yang romantis.

Dan ketika saya menulis ini, dia seakan bercerita kepada saya. Tentang kehidupan agar bisa meraih mimpi. Walaupun dunia seolah masa bodoh dengan mimpi kita. Kita (setidaknya) masih bisa berharap dan jalani saja.

"Sepinya waktu kala sendiri. Sambil berbaring meraih mimpi.
 Kutanya langit, langit tak peduli. Sebab esok pagi kembali."
 (Iwan Fals feat. Franky Sahilatua - Orang Pinggiran)

Minggu, 19 Juni 2011

Hidup yang Kejam

Sepertinya sangat mudah bagi orang - orang yang mendapatkan kebahagiaan melampiaskan kesenangannya. Bagaikan selebrasi saat mencetak gol, mereka sangat ekspresif dalam melampiaskan rasa bahagia setelah membobol gawang lawan. Ada yang berguling, berteriak, tiduran di lapangan, melepas bajunya, atau mungkin tidak merayakan sama sekali --tanpa ekspresi. Tak peduli perasaan lawan setelah kebobolan. Dan memang, siapa yang peduli dengan itu.

Begitu juga dengan sebuah --saya anggap-- keberuntungan atau keberkahan lah istilahnya. Tentu yang mendapatkan itu biasanya akan melakukan selebrasi. Entah dengan cara apa. Sementara yang tidak mendapatkannya tentu pasti ada rasa gusar, kecewa, sedih, bahkan marah. Dan pastinya hati akan tambah panas jika ada yang 'mengompori'. Memang tidak bermaksud menghina, tetapi siapa tau sih hati orang? Mereka memang punya hak untuk merayakan, tetapi apakah tega bila kita merayakannya di depan orang yang tidak merasakan hal yang sama ?

Hidup terkadang tidak adil bahkan hidup itu sangat kejam. Tidak ada yang bisa membantu kecuali Yang Di Sana. Kalau kita terjatuh, siapa yang akan menolong ? Paling kita akan terlindas oleh deru lari para pengejar mimpi. Terlindas dari teman yang berubah menjadi kawan. Ini bukan egois tetapi ini yang dinamakan kompetisi. Dan pada akhirnya lari kita akan berakhir saat kita sudah pantas untuk mendapatkan garis finish kehidupan yang telah ditentukan-Nya. Tetap semangat kawan. Masih banyak manusia disekitarmu yang bernasib sama. Seperti saya.

Selasa, 14 Juni 2011

Mohon Tinggal Sejenak, Lupakanlah Waktu

Penyakit galau saya kumat pada malam ini. Entah kenapa mungkin waktu terlalu cepat untuk berbicara. Atau mungkin keadaan situasi kondisi yang nyatanya begitu menyita dan menyiksa waktu antara saya dengan dia. Dan memang begitulah realita sekarang. Saat rasa ego dimiliki oleh masing - masing, pasti tidak akan ada jalan yang pas untuk menyelesaikannya. Tapi justru rasa ego adalah 'bumbu' tambahan agar hidup ini mempunyai cita rasa yang indah untuk dirasakan.

Terkadang pula kita sering mengagungkan romansa masa lalu yang selalu saja menghinggapi para manusia galau.  Saat asyik - asyiknya menjalani. Saat rasa kangen masih tidak terbendung. Saat denting piano masih membuat rasa rindu bertambah parah. Tapi apalah arti romansa masa lalu jika itu tidak (atau tidak akan mungkin) bisa terulang kembali ?

Sepertinya jalan ini sudah hampir sampai pada tanjakan dan turunan yang tajam. Tetapi langkah kaki harus tetap bisa berjalan dan mengalir apa adanya hingga sampai pada tempat yang kita inginkan. Dan saat saya menulis ini, lantunan suara Ari Lasso mengalun jernih bersama denting piano Ahmad Dhani pada lagu 'Cintakan Membawamu' pada malam ini. Lagu yang menceritakan seorang kekasih yang berharap pujaan hati menemaninya walau hanya sebentar saja. Klise dan menye menye memang. But, i think this song is very extraordinary for my soul. 

Tiba saat mengerti
Jerit suara hati
Yang letih meski mencoba
Melabuhkan rasa yang ada
Mohon tinggal sejenak
Lupakanlah waktu
Temani air mataku, Teteskan lara
Merajut asa, Menjalin mimpi
Endapkan sepi - sepi
Cinta'kan membawamu...
Kembali disini, Menuai rindu
Membasuh perih
Bawa serta dirimu...
Dirimu yang dulu
Mencintaiku apa adanya...
Saat dusta mengalir
Jujurkanlah hati
Genangkan bathin jiwamu
Genangkan cinta
Seperti dulu Saat bersama
Tak ada keraguan...

Senin, 13 Juni 2011

Kupu Kupu Hitam Putih

Mereka lahir dengan proses. Tumbuh bersama keadaan dan seiring berjalannya waktu. Dan kemudian menjadi sesuatu yang berarti. Mereka akan terbang dan menari dengan sendirinya. Mencari keadaan yang sesuai dengan dirinya. Mereka akan mencari tempat untuk singgah dan hingga akhirnya untuk beristirahat selamanya. Dan semua itu berjalan dengan apa adanya. Seperti kupu - kupu hitam putih.

Lagu dari Iwan Fals menemani malam ini. Merefleksikan kehidupan dan keadaan ini seperti kupu - kupu hitam putih. Dan pelajaran yang bisa kuambil ialah:
"Kita sebagai manusia terkadang masih perlu banyak belajar. Bahkan kita juga harus banyak belajar dari makhluk yang (katanya) tak berakal."
Menunggu matahari terbit dimusim hujan
Mendung menjadi teman ada juga keindahannya
Butir embun yang ada di daun bagai intan berlian
Lebih riang ia berkilauan karena matahari tertutup awan

Iri aku menyaksikan itu tapi kutekan aku harus bersyukur
Berguru pada kenyataan pada makhluk tuhan yang katanya tak berakal

Suara burung di dahan nyanyian alam
Bekerja ia mencari makan ada juga yang membuat sarang
Iri aku menyaksikan itu tapi kutekan aku harus bersyukur
Berguru pada kenyataan pada makhluk tuhan yang katanya tak berakal

Kupu-kupu hitam putih terbang di sekitarku
Melihat ia menari hatiku terpatri
Sepasang merpati bercumbu di balik awan
Kemudian ia turun menukik sujud syukur pada-Nya

Mendung datang lagi setelah hangat sebentar
Butir embun hilang aku jadi termenung
Mencari pegangan mencoba untuk bersandar
Langit makin hitam aku jadi berharap pada hujan

Kupu-kupu hitam putih terbang di sekitarku
Melihat ia menari hatiku terpatri
Sepasang merpati bercumbu di balik awan
Kemudian ia turun menukik sujud syukur pada-Nya