Senin, 14 Maret 2011

Mimpi

Setiap orang pasti mempunyai mimpi atau cita - cita, entah mimpi yang baik ataupun yang buruk. Entah mimpi itu berubah menjadi nyata ataupun hanya sebagai bunga kehidupan saja. Entah mimpi itu membutuhkan proses atau seperti magic kemudian langsung jadi. Tetapi setiap orang itu pasti butuh mimpi, setidaknya untuk memotivasi orang tersebut. Terkadang kita sering sekali meremehkan arti sebuah mimpi. Mungkin dikarenakan sifat mimpi yang gampang berubah dan gampang diubah, entah oleh diri sendiri ataupun orang lain. 

Dulu, saya bermimpi menjadi seorang pilot karena bisa berkeliling dunia. Namun karena saya sadar bahwa postur dan bentuk wajah saya yang 'babi face', maka saya menanggalkan mimpi itu. Kemudian saya beralih mimpi menjadi seorang arsitektur yang bisa membuat rumah sebagus itu. Namun karena gambar saya yang sering mendapatkan nilai 65, saya lagi - lagi menanggalkan mimpi itu. Dan baru - baru ini, saya juga punya mimpi untuk menjadi seorang diplomat. Lagi-lagi karena masalah orang tua yang belum ingin anaknya pergi ke Fakultas Hubungan Internasional di Universitas di luar kota Semarang, saya harus mengubur mimpi itu. Dan sekarang saya pun mengambil mimpi yang sangat klise dan sesuai dengan realita: Bisa membanggakan keluarga, teman, almamater, negara, dan agama. Tapi saya tidak tahu dalam bentuk apa untuk mewujudkannya.

Dan saya sekarang mengerti, bahwa jalan hidup manusia itu sesuai dengan apa yang diatur oleh-Nya. Tetapi kita terkadang setidaknya harus 'membuat jalan sendiri' dari apa yang diatur Tuhan. Bukan menyalahi kodrat-Nya. Tetapi Tuhan memang berfirman, "Aku tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka." Jadi apakah kita harus mengalir apa adanya ? apakah kita tetap 'mengikuti' takdirnya ? Dan apakah kita memang ditakdirkan untuk merubah takdir kita ? Hanya waktu, diri sendiri, dan Tuhan yang bisa menjawabnya.

Minggu, 13 Maret 2011

She is Somebody to Love

Dia mungkin seseorang yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya untuk menjadi milik saya. Dan mungkin, dia juga tidak pernah membayangkan seseorang berwajah karung goni ini bisa menjadi miliknya. Semua itu datang begitu saja. Mengalir. Secara lembut. Perlahan. Hingga akhirnya, jatuh di saat yang tepat. Seperti air.

Saya mengenal dia sejak SD. Dulu dia terlihat polos, pintar, rajin. Saya pernah bermain di rumahnya untuk mengerjakan tugas kerja kelompok. Dia masih terkesan cuek dengan keadaan. Maklum, jaman itu masih SD. Jaman terendah dalam status pendidikan Indonesia, satu tingkat masih di atas Taman Kanak - Kanak. Dan pada jaman itu, masih konyolnya tingkah laku anak - anak. Walaupun penulis masih terlihat konyol seperti anak - anak. Kami masih tabu dalam hal cinta (baca: pacaran). Jika ada seorang lelaki ingusan dekat dengan seorang wanita sebayanya, pasti teman - teman yang melihatnya akan berkata, "Cieeeee". Dan itu membuat mental lelaki tersebut 'down' dan semakin lama semakin menjauh dengan wanita tersebut. Kalaupun dekat, pasti diantara mereka saling men-'jaga image' demi teman nya masing - masing agar tak mengeluarkan kata sakti tersebut. Begitulah mungkin arti cinta monyet. Dan penulis menganggap itu adalah cinta monyet yang sebenar - benarnya monyet.

Di jaman SMP adalah jaman peralihan yang tadinya bocah ingusan menjadi bocah yang sudah mulai kering ingusnya. Dan saya mulai mencari sebuah arti kehidupan yang sesungguhnya. Baik dalam hidup, ilmu, teman, maupun cinta. Saya mulai memberanikan diri untuk dekat dengan seorang wanita. Seperti pada umumnya orang Indonesia yang ingin menjalin hubungan, saya mengikuti gaya klise tersebut. Dan alhasil, saya bisa merasakan cinta pertama. Walaupun dulu dengan status backstreet, karena masih takut dengan keadaan dan lingkungan yang belum memungkinkan untuk menjalin hubungan dengannya.

Diawali dengan rasa bahagia dan berbunga - bunga, saya menjalani hari dengannya. Saya masih ingat, ketika pertama kali nge-date dengannya di sebuah warnet dan warung. Saya masih grogi dengan hal itu karena saya dan dia tidak dalam sekolah yang sama. Dan perasaan phobia dengan omongan orang tua masih terasa. Tetapi saya mencoba untuk mengambil resiko. Walaupun pada prakteknya masih takut dengan keadaan dan lingkungan. Hari hari itu berjalan selama 8 bulan. Dan berakhir begitu saja. Mungkin cerita tersebut berakhir, karena kesalahan saya yang terlalu takut untuk mengambil resiko sehingga dia merasa bosan dengan apa yang saya lakukan terhadap dirinya. Dan saya sangat menyadari itu. Meski begitu, saya sangat bersyukur karena dia yang pertama mengisi lembar kehidupan saya tentang 'cinta'.

Di awal SMA, saya bertemu dengan dia. Saya masih sangat menyimpan rasa dengannya. Dia masih seperti yang dulu: pintar, rajin, polos, cantik, dan dia semakin bertambah dewasa. Dan saya juga merasakan diri saya masih seperti yang dulu: konyol, aneh, culun, hanya saja saya hanya bertambah kumis dan jenggot yang menempel diwajah yang tak karuan. Saya mencoba kembali mengetuk pintu hatinya yang mungkin masih bisa menerima lelaki salak pondoh ini untuk menjadi kekasihnya, seperti waktu itu. Tanpa disangka, dia masih menerima lelaki konyol ini untuk kembali mengisi lembar kisah cintanya. 

Seandainya dia tahu, saya ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah menerima lelaki absurd ini dengan apa adanya. Dan saat saya menulis blog ini, lagu Astrid yang berjudul Tentang Rasa mengalun di keheningan hari Minggu 13 Maret 2011 pukul 01:00. Lagu yang seakan menampar saya untuk mengerti hatinya dan berharap semua akan baik - baik saja hingga pada waktunya.


Aku tersesat
Menuju hatimu
Beri aku jalan yang indah
Ijinkan ku lepas penatku
Tuk sejenak lelap di bahumu

Dapatkah selamanya kita bersama
Menyatukan perasaan kau dan aku
Semoga cinta kita kekal abadi
Sesampainya akhir nanti selamanya
Tentang cinta yang datang perlahan
Membuatku takut kehilangan
Ku titipkan cahaya terang
Tak padam di dera goda dan masa
Dapatkah selamanya kita bersama
Menyatukan perasaan kau dan aku
Semoga cinta kita kekal abadi
Sesampainya akhir nanti selamanya

Selasa, 01 Maret 2011

The Girl After Tomorrow

Entah kenapa sejuta rasa itu hadir begitu saja. Mereka datang secara perlahan - lahan. Dan tak lama kemudian pergi begitu saja, tanpa permisi. Rasa itu adalah sakau bagi orang yang telah terkena. Memang setiap orang sudah memakai masing - masing satu kantong plastik rasa itu. Tetapi mungkin banyak manusia yang tak sabar, sehingga mereka membuka plastiknya dan telah terkena candunya. Candu itu kusebut cinta.

Berawal dari cinta monyet ala anak SD ingusan. Yang pada saat bertemu, tidak ada kata lain selain "Cieee" dari orang lain. Otomatis sang punya cinta merasa mentalnya tidak kuat untuk menerima cinta 'monyet' tersebut. Dengan kata lain, mereka masih merasa bahwa 'berdua' itu masih dosa dan mereka masih mempunyai rasa malu akan hal tersebut. Apalagi jika diketahui khayalak ramai. Mereka akan menganggap bahwa sang lelaki dan perempuan tak saling kenal dan saling menjauh satu sama lain. Intinya, jaman SD adalah jaman memperbesar ke'jaim'an. Walaupun rasa cinta kepada seseorang mulai tumbuh.

Kemudian di kalangan putih biru, sang lelaki sudah mulai mengumpulkan tenaga, mental, dan ketahanan sekuat baja untuk bisa menembak seseorang (entah lawan jenis atau sesama cyiiin). Mereka mulai pura - pura peduli dengan keadaan 'target', kemudian lama kelamaan akan dimulai tahap PDKT yang pertama dengan cara meminta nomer hp 'target'. Kemudian saling sms (entah jika punya bonus atau tidak), saling curhat, saling mengerti satu sama lain, dan hingga akhirnya ....

CWOK: "Mmm ... Aq boleh ngomong sesuatu gak ?"
CWEK: "Iya ada apa?"
CWOK: "Aq tuh sayang banget ama kmu. Kmu mw jadi pacarku gak ?"

dan pada saat pertanyaan tersebut, seorang wanita merasa gundah gulana atau bahkan senang yang tak berkesudahan. Biasanya lelaki butuh waktu bermenit - menit atau berhari - hari untuk mendapatkan jawabannya. Tapi dalam kisah ini, wanita tersebut menjawab dalam waktu satu hari.

Dan kemungkinan terbesar dia berkata, 
CWEK: "Iya ... Aq mw mnrima kmu."
CWOK: "Terimakasih sayang :*"

Dan begitu seterusnya hingga dia terus bermesraan, bersayang - sayangan, layaknya sepasang kekasih yang baru menikah. Dan kemudian si cowok mengajak ketemuan di suatu tempat. Kemudian cewek itu mengajak si cowok untuk makan di suatu tempat. Kemudian saling memasang status hubungan 'in relationship' di situs jejaring sosial. Dan yang paling wajib adalah SMS-an untuk tetap menjalin hubungan antara pria dan wanita tersebut. Itu memang klise. Hingga pada akhirnya ....

Saat si lelaki bersama ayahnya selesai menyervis motor pada pagi hari, ayah lelaki itu mengajak anaknya untuk makan di sebuah warung makan sejenis untuk sekedar mengisi perut. Ketika telah sampai di warung makan tersebut, sang lelaki melihat pacarnya bersama teman - teman perempuannya. Anehnya, ada seorang lelaki yang juga temannya memandang dengan sinis lelaki ini. Tetapi lelaki ini tidak mengerti. sang wanita pun dilema ketika dia harus tersenyum di depan pacarnya, bapak dari pacarnya, atau tetap dingin karena sudah ada teman lelaki yang hadir di belakang dirinya dan teman - temannya. Sang lelaki itu bersama ayahnya makan dengan perasaan galau, karena meninggalkan kekasihnya bersama teman - temannya. Mungkin itu adalah firasat.

Malamnya dering HP lelaki itu berbunyi, tidak salah lagi itu SMS dari kekasihnya. Sang lelaki tersebut dengan hati riang membalas SMS itu. Hingga pada akhirnya...

CWEK: "Mulai sekarang kita jadi teman aja ya."
CWOK: "Lho kenapa ada yang salah dari aku hingga kamu begitu ?"
CWEK: "Maksudnya ?"

Dengan berat hati, lelaki tersebut mengikhlaskan apa yang terjadi pada dirinya. Tanpa perlu tahu alasan dari sang wanita tersebut.

Mungkin tak terasa satu minggu setelah 'menurunkan status hubungan', sang wanita tersebut masih berstatus in relationship tetapi setelah itu terpampang sebuah nama orang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah teman lelakinya yang bertemu di warung makan tersebut. Sang lelaki mungkin masih bisa tersenyum. Hingga akhirnya pertahanan baja itu sudah berkarat.

Sang lelaki merasa tak enak dalam badannya apalagi hatinya. Hawa setan yang turun dari neraka sudah membalut hatinya untuk mencaci maki lelaki jahanam yang itu. Tidak henti - hentinya 'kata - kata suci' itu terucap dari mulut polos sang lelaki tersebut. Hingga dia merasa sudah tidak bisa menerima apa yang dilakukan oleh mereka yang tiba - tiba main belakang seperti itu. Pertahannya sekarang serapuh batu pasir yang bisa diremas. Dia menangis, dalam hati. Meratapi nasibnya yang telah hancur hanya karena lelaki batu arang. Tapi, dia tidak ingin mencerca 'mantan bidadarinya'. Sejujurnya dia menyayangkan kenapa bidadarinya pergi begitu saja. Sehingga terlalu manis untuk diungkapkan. Mungkin pepatah ini lebih bermakna.

"Didalam tubuh yang sekuat baja, ternyata hatinya serapuh gabus yang telah terpotong kecil - kecil. Dan itu sangat sakit sekali jika sudah terpotong. "