Sabtu, 03 September 2022

Ayah dan Anak

Akhir - akhir ini playlist music saya berisi lagu yang cukup sentimentil. Bukan lagu cinta meratap dan bukan elegi patah hati. Lagu bernuansa keluarga, nyanyian seorang bapak untuk anaknya. Meski tidak ada hubungannya dengan lagu Bimbo, namun tema ini cukup mengena di hati dan saya bisa membayangkan melalui gambaran seorang lelaki tua yang memberikan petuah melalui nada dan tidak ada unsur kesan berdakwah pada anaknya.

Selama di tahun 2022 ini saya bisa kembali pulang ke rumah setelah 2,5 tahun merantau di Tangerang Selatan. Banyak kisah dan memori yang mengaduk-aduk perasaan. Dari senang, sedih, gembira, marah hingga patah hati. Dan bisa dibilang hal terepik yang saya rasakan saat kembali pulang ke rumah seperti orang yang kalah perang. Layaknya Sheila on 7 menyanyikan lagu Berhenti Berharap. Layaknya kisah-kisah kungfu yang pergi ke gurunya untuk diobati dan berlatih lebih giat agar bisa bertarung dengan raja terakhir, kisah komik seperti ini terjadi.

Saya bersyukur saat ini bisa merasakan kehidupan Semarang yang sudah berubah 3 tahun yang lalu. Banyak bangunan dan jalan yang terasa asing saat dilewati. Kehidupan jalanan tampak lebih dinamis dan selalu ramai. Hingga akhirnya, saya bisa bercengkerama dengan keluarga. Orang tua tampak sehat wa'alfiat. Kakak sudah menemukan pekerjaan tetap. Adik sudah mulai beranjak dewasa dan memulai kuliahnya. Sementara saya, cukup di belakang sambil mengamati perubahan hidup banyak orang.

Suatu anomali yang terjadi adalah dimana para perempuan di rumah pergi ke kantor, sementara para lelaki seperti ayah dan saya hanya di rumah. Ayah menikmati masa pensiunnya dengan mengikuti kegiatan keagamaan di masjid, Adik tiduran sambil menunggu jadwal kuliah sudah terbit, sementara saya mengerjakan tugas-tugas kantor di depan laptop sambil ngopi dan mendengarkan lagu.

Ada dua lagu yang selalu saya putarkan di akhir malam. Lagu penguat hati dan menjadi bahan kontemplasi diri. Lagu yang dirilis 1970 oleh penyanyi Inggris Cat Stevens atau saat ini dikenal sebagai Yusuf Islam. Lagu dari album Tea for the Tillerman  berjudul Father and Son. Lagu yang bercerita tentang seorang Ayah yang menasehati anak lelakinya untuk tidak spaneng dengan kehidupan yang dia hadapi seperti apa yang dia lakukan saat sang Ayah masih muda dulu. Just relax take it easy. Sang anak diberi kebebasan untuk menentukan hidupnya, mau menikah atau berusaha sebisa mungkin meraih impiannya dan Ayahnya akan selalu mendukung dan membantunya dari belakang karena dia telah merasa sudah tua dan sang anak tidak perlu diperintah seperti waktu kecil dulu.

Satu lagi adalah lagu dari Indonesia, yang gayanya sama seperti Yusuf Islam. Lagu dari album Sugali yang dirilis tahun 1984 berjudul Nak. Sebuah lagu balad yang menceritakan seorang Ayah yang menyadari dan mengkhawatirkan kehidupan anak lelakinya kelak. Sebagai lelaki yang dikenal selalu kuat, sang Ayah selalu takut akan perjalanan anak lelakinya yang mungkin akan sama seperti perjalanannya. Lagu ini seperti menampar saya dalam malam yang panjang dan tanpa bintang, seperti bait di akhir lirik.

Engkau lelaki kelak sendiri