Rabu, 16 Agustus 2017

Agustus

Bulan Agustus biasanya menjadi bulan terbaik selama saya menjadi mahasiswa. Banyak sekali agenda-agenda terbaik yang saya lakukan ada di bulan ini. Tidak dipungkiri juga Agustus bagi sebagian orang termasuk di negara Indonesia menjadi bulan yang dianggap terbaik meskipun ini hanya pandangan sebagian orang saja. Toh negara Indonesia ini juga merayakan kemerdekaannya di bulan Agustus.

Di tahun pertama selama kuliah, untuk pertama kalinya saya menjadi mahasiswa salah satu perguruan tinggi terbaik se-Tembalang. Saya masih ingat bahwa saya pertama kali mendaftar ulang di gedung besar yang dinamai salah satu rektor terlama di universitas tersebut. Setelah mendaftar, saya disambut para senior yang memakai jas almamater dan mencari anak-anak dari jurusan Fisika. Kemudian saya berkenalan dengan orang-orang baru yang kelak menjadi teman-teman seangkatan di jurusan fisika. Sejak saat itu, saya merasa bahwa ada juga yang peduli dengan mahasiswa baru yang belum mengerti apa-apa tentang seluk beluk jurusan ini. Momen itu menjadi awal momen-momen terbaik di bulan Agustus selama menjadi mahasiswa.

Di tahun berikutnya di bulan Agustus, saya pertama kalinya kembali mendaki gunung selama menjadi mahasiswa setelah sebelumnya terakhir kali saya lakukan saat menjadi anak pecinta alam waktu SMA. Saya diajak oleh teman wanita seangkatan saya untuk mendaki gunung Merbabu. Gunung yang sudah saya daki, meskipun cuman sekali. Ternyata teman saya ini rupanya diajak oleh seorang senior dengan modus mendaki gunung, padahal ya niat dari senior itu pengen penjajakan saja dengan dia, saya mah nemenin aja minimal menjadi bodyguardnya karena niat saya ya karena ingin mengulang kembali mendaki gunung Merbabu, jadi saya ikut saja. Ternyata saya seperti kembali ke masa lalu, merasakan letihnya mendaki, melawan dingin yang menerpa, dan melawan rasa takut dan kantuk di malam hari. Tetapi setelah itu lelah ini terbayarkan oleh indahnya pemandangan dari puncak serta melihat berkas siluet orange di langit biru yang merupakan terbitnya matahari pagi. Saya kembali ke masa muda. Dan yang terbaik dari itu, karena kebetulan hari itu bertepatan dengan tanggal 17 Agustus maka saya untuk pertama kalinya merasakan upacara di puncak gunung dengan paskibraka dari pecinta alam. Sungguh nikmat sekali.

Tahun berikutnya merupakan sekuel dari tahun sebelumnya, saya diajak teman saya yang tahun lalu mengajak mendaki gunung Merbabu. Ironisnya, teman saya tadi ternyata diajak oleh senior yang tahun lalu mengajak mendaki gunung. Bedanya, kali ini mereka sudah dalam status pacaran dan sepertinya mereka mencoba untuk bulan madu bersama, dengan saya sebagai porternya. Kali ini kami mencoba indahnya Dieng dengan pemandangan indah saat sunrise di bukit Sikunir. Namun sebelum itu, kami mencoba berenang di Umbul Ponggok Klaten dan menikmati indahnya malam di kota Yogyakarta. Di hari selanjutnya, kami berkeliling di Dieng. Hawa dinginnya sangat menusuk, bahkan kami seperti kucing yang takut akan air mengingat air di Dieng sangatlah dingin. Dan bisa dibayangkan apalagi saat kami harus pergi keluar jam 3 pagi hanya untuk mendapatkan sunrise di bukit Sikunir. Tapi tantangan itu terbayarkan saat kami mendapatkan yang kami inginkan, sunrise warna jingga keemasan di langit yang hitam. Bersama para pengunjung yang begitu ramai, kami mengibarkan bendera merah putih sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ya, kami mengadakan upacara 17 Agustus di bukit Sikunir.

Di tahun berikutnya, saya dan teman-teman pergi ke Bogor untuk mewakili universitas mengikuti pekan ilmiah mahasiswa nasional. Disana, kami berhadapan dengan mahasiswa terbaik seluruh Indonesia dengan menjual kreativitasnya masing-masing di hadapan para reviewer untuk mendapatkan medali dan mengharumkan nama almamater. Dan itu adalah momen yang cukup epic dimana saya seperti dianggap sebagai "prajurit" yang akan bertempur di medan laga membawa nama universitas tercinta. Seorang prajurit pun ternyata tak bisa bergerak sendiri, butuh sebuah tim yang solid untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Dan Alhamdulillah, kami diberkati sebuah tim yang komplit dan kompak sehingga dapat membawa medali perak di tingkat nasional. Singkat cerita dengan segala perjuangan kami yang penuh perjuangan dan doa --seperti lagu bang Haji-- kami mendapatkan apa yang diinginkan yaitu medali, sehingga minimal kami bisa pulang ke Tembalang membawa kalung perak. Dan suatu kebanggaan juga, pada upacara 17 Agustus kami diundang bapak Rektor untuk sarapan bersama sekaligus penutupan tim yang kemarin bertempur di tingkat nasional. Ya lumayan lah sudah pernah salaman dan foto bareng beliau meskipun nanti juga salaman waktu wisuda. Hehehe.

Untuk tahun ini, saya mencoba menyepi dari momen-momen terbaik yang biasa saya dapatkan di bulan Agustus. Saya juga mencoba prihatin setelah di tahun ini adalah tahun yang paling genting di hidup saya. Dimana akhir-akhir masa kuliah saya dipertaruhkan. Dimana saatnya untuk berpikir ke depan untuk melihat apa yang harus saya lakukan setelah saya selesai kuliah. Tahun dimana seorang yang berpengaruh di hidup saya, berubah. Ya waktu memang terus bergulir dan membuat cerita-cerita terbaru. Tapi saya yakin, Agustus ini mungkin Agustus terbaik dalam hidup saya untuk menepi dari keadaan dan bercermin diri.