Selasa, 01 Maret 2011

The Girl After Tomorrow

Entah kenapa sejuta rasa itu hadir begitu saja. Mereka datang secara perlahan - lahan. Dan tak lama kemudian pergi begitu saja, tanpa permisi. Rasa itu adalah sakau bagi orang yang telah terkena. Memang setiap orang sudah memakai masing - masing satu kantong plastik rasa itu. Tetapi mungkin banyak manusia yang tak sabar, sehingga mereka membuka plastiknya dan telah terkena candunya. Candu itu kusebut cinta.

Berawal dari cinta monyet ala anak SD ingusan. Yang pada saat bertemu, tidak ada kata lain selain "Cieee" dari orang lain. Otomatis sang punya cinta merasa mentalnya tidak kuat untuk menerima cinta 'monyet' tersebut. Dengan kata lain, mereka masih merasa bahwa 'berdua' itu masih dosa dan mereka masih mempunyai rasa malu akan hal tersebut. Apalagi jika diketahui khayalak ramai. Mereka akan menganggap bahwa sang lelaki dan perempuan tak saling kenal dan saling menjauh satu sama lain. Intinya, jaman SD adalah jaman memperbesar ke'jaim'an. Walaupun rasa cinta kepada seseorang mulai tumbuh.

Kemudian di kalangan putih biru, sang lelaki sudah mulai mengumpulkan tenaga, mental, dan ketahanan sekuat baja untuk bisa menembak seseorang (entah lawan jenis atau sesama cyiiin). Mereka mulai pura - pura peduli dengan keadaan 'target', kemudian lama kelamaan akan dimulai tahap PDKT yang pertama dengan cara meminta nomer hp 'target'. Kemudian saling sms (entah jika punya bonus atau tidak), saling curhat, saling mengerti satu sama lain, dan hingga akhirnya ....

CWOK: "Mmm ... Aq boleh ngomong sesuatu gak ?"
CWEK: "Iya ada apa?"
CWOK: "Aq tuh sayang banget ama kmu. Kmu mw jadi pacarku gak ?"

dan pada saat pertanyaan tersebut, seorang wanita merasa gundah gulana atau bahkan senang yang tak berkesudahan. Biasanya lelaki butuh waktu bermenit - menit atau berhari - hari untuk mendapatkan jawabannya. Tapi dalam kisah ini, wanita tersebut menjawab dalam waktu satu hari.

Dan kemungkinan terbesar dia berkata, 
CWEK: "Iya ... Aq mw mnrima kmu."
CWOK: "Terimakasih sayang :*"

Dan begitu seterusnya hingga dia terus bermesraan, bersayang - sayangan, layaknya sepasang kekasih yang baru menikah. Dan kemudian si cowok mengajak ketemuan di suatu tempat. Kemudian cewek itu mengajak si cowok untuk makan di suatu tempat. Kemudian saling memasang status hubungan 'in relationship' di situs jejaring sosial. Dan yang paling wajib adalah SMS-an untuk tetap menjalin hubungan antara pria dan wanita tersebut. Itu memang klise. Hingga pada akhirnya ....

Saat si lelaki bersama ayahnya selesai menyervis motor pada pagi hari, ayah lelaki itu mengajak anaknya untuk makan di sebuah warung makan sejenis untuk sekedar mengisi perut. Ketika telah sampai di warung makan tersebut, sang lelaki melihat pacarnya bersama teman - teman perempuannya. Anehnya, ada seorang lelaki yang juga temannya memandang dengan sinis lelaki ini. Tetapi lelaki ini tidak mengerti. sang wanita pun dilema ketika dia harus tersenyum di depan pacarnya, bapak dari pacarnya, atau tetap dingin karena sudah ada teman lelaki yang hadir di belakang dirinya dan teman - temannya. Sang lelaki itu bersama ayahnya makan dengan perasaan galau, karena meninggalkan kekasihnya bersama teman - temannya. Mungkin itu adalah firasat.

Malamnya dering HP lelaki itu berbunyi, tidak salah lagi itu SMS dari kekasihnya. Sang lelaki tersebut dengan hati riang membalas SMS itu. Hingga pada akhirnya...

CWEK: "Mulai sekarang kita jadi teman aja ya."
CWOK: "Lho kenapa ada yang salah dari aku hingga kamu begitu ?"
CWEK: "Maksudnya ?"

Dengan berat hati, lelaki tersebut mengikhlaskan apa yang terjadi pada dirinya. Tanpa perlu tahu alasan dari sang wanita tersebut.

Mungkin tak terasa satu minggu setelah 'menurunkan status hubungan', sang wanita tersebut masih berstatus in relationship tetapi setelah itu terpampang sebuah nama orang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah teman lelakinya yang bertemu di warung makan tersebut. Sang lelaki mungkin masih bisa tersenyum. Hingga akhirnya pertahanan baja itu sudah berkarat.

Sang lelaki merasa tak enak dalam badannya apalagi hatinya. Hawa setan yang turun dari neraka sudah membalut hatinya untuk mencaci maki lelaki jahanam yang itu. Tidak henti - hentinya 'kata - kata suci' itu terucap dari mulut polos sang lelaki tersebut. Hingga dia merasa sudah tidak bisa menerima apa yang dilakukan oleh mereka yang tiba - tiba main belakang seperti itu. Pertahannya sekarang serapuh batu pasir yang bisa diremas. Dia menangis, dalam hati. Meratapi nasibnya yang telah hancur hanya karena lelaki batu arang. Tapi, dia tidak ingin mencerca 'mantan bidadarinya'. Sejujurnya dia menyayangkan kenapa bidadarinya pergi begitu saja. Sehingga terlalu manis untuk diungkapkan. Mungkin pepatah ini lebih bermakna.

"Didalam tubuh yang sekuat baja, ternyata hatinya serapuh gabus yang telah terpotong kecil - kecil. Dan itu sangat sakit sekali jika sudah terpotong. "


Tidak ada komentar: