Senin, 11 Maret 2013

Akhir Februari

Awal Maret telah beralih menuju pertengahan. Para anak sekolah sudah mulai kelabakan dalam menggarap tugas untuk dikumpulkan sebagai syarat ikut ujian tengah semester di sekolahnya. Para mahasiswa tampak lesu dan lemas setelah berminggu-minggu menikmati liburan semesternya, dan kini mereka kembali ke habitatnya menjadi para intelek. Para orang tua yang mulai was was mengenai pengeluaran rumah tangga mereka yang hampir habis. Tapi bagi saya, peralihan bagian di bulan Maret tampaknya lebih syahdu untuk meratapi bulan yang lalu.

Konon, bangsa Romawi menganggap bahwa bulan Februari adalah bulan yang sakral karena banyak terjadi upacara penyucian di bulan tersebut. Dan konon pula, di tanggal 14 Februari para jomblo mengakhiri gelarnya dengan sebuah mantra "mau kah kamu jadi pacarku ?" serta mahar berupa seperangkat cokelat dan setangkai mawar merah yang tampaknya terbuat dari plastik picisan yang akan dipersembahkan pada lawan jenis yang kelak akan menjadi kekasihnya di bulan yang katanya penuh cinta. Dan konon di bulan yang sama, para pasangan suami istri rela melahirkan anaknya untuk diberi nama Febriyanti (untuk cewek) atau Febriyanto (untuk yang cowok). Dan percayalah, semua ini adalah hal yang aneh dan tidak perlu diperdebatkan.

Lepas dari itu, Februari telah memberi goresan pena di lembar kehidupanku pada setiap tahunnya. Aku belajar dari lembaran tersebut, bahwa jangan berharap terlalu tinggi untuk menginginkan sesuatu. Karena apa yang diharapkan belum tentu sesuai dengan skenario-Nya. Kita hanya disuruh berjalan, menulis, dan belajar sebaik mungkin apa yang telah dilakukan. Februari tidak hanya sekadar bulan yang hanya memiliki 28 - 29 hari saja. Lebih dari itu, aku harus bisa mencari jawaban dari berbagai pertanyaan di setiap tahunnya, setiap bulannya, setiap harinya, setiap detiknya, untuk bisa mengevaluasi diri sebelum Februari kembali.

Tidak ada komentar: