Kejadian itu menjadi pondasi ketakutan yang ada di jiwa saya. Dan memupuk
segala ketakutan yang ada berkenaan dengan hantu dan sesuatu yang tak kasat
mata. Mungkin sifat itu terbentuk sikap orang tua yang selalu melarang anaknya
dengan bermaksud protektif. Orang tua sering melarang untuk melakukan hal yang
bersifat negatif: mulai dari keluar rumah larut malam, merokok, berpacaran, dan
sebagainya. Hingga hal-hal yang sepertinya tidak masuk akal: latihan motor,
naik motor keluar kota, hingga melakukan bisnis kecil-kecilan. Hal ini tanpa
sadar membuat saya menjadi orang yang gampang takut dan khawatir untuk
melakukan sesuatu dan menjadi orang yang selalu membayangkan skenario yang
tidak-tidak jika saya melakukan tersebut. Secara positif, mungkin bisa
meningkatkan kewaspadaan saya terhadap sesuatu. Yang membuat berlebihan,
mungkin menjadi orang yang mudah khawatir dan tidak berkembang.
Hampir pola asuh orang tua proksimal (ala timur) mempengaruhi jiwa-jiwa
anaknya untuk taat dan patuh pada orang tua. Hal itu merupakan sesuatu yang
bagus. Namun, terkadang saya menyadari bahwa itu akan mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan yang bersifat mandiri. Timbul rasa ragu-ragu jika sudah
dihadapkan pada suatu masalah, yang mungkin pada akhirnya membuat kita sulit
untuk berkembang. Begitu pun di lingkungan kita. Selalu ada stereotipe dan
mitos untuk menakut-nakuti warga sejak jaman dulu kala. Kita selalu
diwanti-wanti tentang hantu yang bersifat fisik maupun ideologis. Ketakutan ini
dilestarikan dan dieksploitasi dengan baik oleh para pemangku kepentingan.
Menciptakan sebuah trauma. Dan pada akhirnya, membuat kita menjadi tidak
berkembang.
Terkadang saya berpikir, apa yang membuat orang menjadi takut. Kenapa orang
takut pada subjek tertentu. Saya seperti orang iseng kebanyakan: mencari kata
kunci “takut” di mesin pencarian. Dari
situ, saya menemukan penjelasan ilmiah alasan orang memiliki rasa takut. Ketika
merasa takut, otak merespons dengan memerintahkan reaksi pada beberapa bagian
tubuh seperti jantung berdebar, napas cepat, otot menegang, bahkan keluarnya
keringat. Perasaan takut ini bisa menimpa siapa saja. Dan cara masing-masing
orang meresponsnya pun berbeda-beda.
Suatu hari saya mendengarkan podcast, dari situ terdapat suatu kutipan,
kelak teknologi yang paling laku adalah yang bisa mengatasi ketakutan. Setelah
mendengar itu saya berpikir, betul juga. Tiap orang, seberani dan segentar
apapun, juga memiliki ketakutan dengan kadar dan subjek yang berbeda tentunya.
Manusia pada hakikatnya belum benar-benar menguasai ketakutan sehingga perlu
adanya bantuan dari orang lain untuk mengatasinya, meskipun ada juga yang
memiliki kekuatan sendiri.
Sampai saat ini, takut seperti menjadi bagian dari diri saya. Suatu
ketakutan yang tidak saya ketahui. Berada di bawah bayang-bayang ketakutan
sungguh tidak menyenangkan. Layaknya permen karet yang menempel di sepatu.
Tetapi saya mencoba untuk berjalan seperti biasa. Layaknya tidak terjadi
sesuatu, dan sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Sambil mencari makna, bahwa
ketakutan terjadi karena kamu tidak mengetahui apa yang kamu takuti. Ketakutan
terjadi karena kita hanya mendengar apa yang dilarang, tanpa melihat kebenarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar